Kamis, 31 Maret 2011

12 Langkah Menciptakan Kain Batik

Batik Muyas - KOMPAS.com - Edward Hutabarat mengajak masyarakat untuk lebih peduli dengan proses pembuatan batik, bukan sekadar mengagumi keindahan batik secara fisik. Sebab, menurut desainer yang berkolaborasi dengan PT Kao Indonesia mengampanyekan "Cintaku Pada Batik Takkan Pernah Pudar" ini, ada kisah panjang di balik pembuatan batik yang perlu diketahui oleh masyarakat pengguna batik.
Hal sederhana yang mungkin belum Anda ketahui, misalnya, batik ternyata bukan hanya dikerjakan oleh perempuan pembatik yang duduk di dingklik (bangku pendek) sambil melukisi kain mori dengan lilin malam. Sehelai kain batik bisa dikerjakan oleh empat hingga lima orang. Dari pembuat pola di kertas, pembatik, hingga pemberi warna dan penglorod.
Bila diurut-urut, proses membatik adalah sebagai berikut:
  1. Nyungging, yaitu membuat pola atau motif batik pada kertas. Tidak semua orang bisa membuat motif batik, sehingga pola ini dibuat oleh spesialis pola.
  2. Njaplak, memindahkan pola dari kertas ke kain.
  3. Nglowong, melekatkan malam di kain dengan canting sesuai pola. Pada tahap ini, motif batik akan mulai tampak.
  4. Ngiseni, memberikan motif isen-isen (isian) atau variasi pada ornamen utama yang sudah dilengreng atau dilekatkan dengan malam menggunakan canting.
  5. Nyolet, mewarnai bagian-bagian tertentu dengan kuas. Misalnya, gambar bunga atau burung yang muncul di sana-sini.
  6. Mopok, menutup bagian yang dicolet dengan malam. Tahap ini diiringi dengan nembok, atau menutup bagian dasar kain yang tidak perlu diwarnai.
  7. Ngelir, melakukan proses pewarnaan kain secara menyeluruh.
  8. Nglorod, proses pertama meluruhkan malam dengan merendam kain di dalam air mendidih.
  9. Ngrentesi, memberikan cecek atau titik pada klowongan (garis-garis gambar pada ornamen utama). Untuk menghasilkan cecekan yang halus, digunakan canting dengan jarum yang tipis.
  10. Nyumri, menutup kembali bagian tertentu dengan malam.
  11. Nyoja, mencelupkan kain dengan warna coklat, atau sogan. Batik sogan adalah batik yang berwarna dasar coklat, seperti batik yogya atau batik solo.
  12. Nglorod, proses peluruhan malam kembali dengan cara merendam kain di dalam air mendidih.

Di kota-kota yang dikenal sebagai kota batik, seperti Pekalongan, orang tidak asing dengan kegiatan membatik karena biasanya sudah ada kesibukan membatik di rumahnya. "Karena itu, tidak ada lagi pelajaran atau pelatihan membatik di sini. Semua sudah mengetahui dasar-dasar membatik. Hanya saja, mereka harus diseleksi. Yang diterima tentu saja yang teknik membatiknya sudah cukup baik," ujar Nur Cahyo (45), pemilik Batik Cahyo, saat dijumpai di balai kerjanya di Desa Setono, Pekalongan, Desember lalu.

Setiap pembatik umumnya mempunyai canting sendiri. Menurut Liem Poo Hien, pengelola Batik Liem Ping Wie di kawasan Kedungwuni, bila pembatik menggunakan canting milik orang lain, hasilnya bisa berubah. "Canting itu kayak baju, yang dipakai orang lain. Kalau canting dipakai orang lain, bisa-bisa berantem," selorohnya.

Sumber : KOMPAS.com

Selasa, 15 Maret 2011

Batik Producer Preserves and Develops Unique Motifs


Green vegetation, simple houses and friendly residents will welcome you if you visit Sendang village located in Surabaya, Indonesia. And you may be greeted by a traditional dance as well. But this village is most famous for its Tulung Agung-style batik cloth.

A young batik artist named Sigit Suseno has created hundreds of motifs for batik, and he's famous for the exclusiveness of his design.

That means, one motif for one cloth, and there's no duplication unless it's meant for a mass-production order.

[Sigit Suseno, Batik Artist]:
"At first I only collected antique fabrics, and then I started to try to create my own batik motifs. After trying and trying, also with some research on ancient motifs and temple reliefs, finally I can create my own batik motifs."

Sigit mainly draws floral motifs, such as leaves and flowers. Dark colors like dark blue and dark brown are used as a base then the whole fabric is colored with either traditional or synthetic pigments.

Sigit says he wants to preserve this cultural activity for future generations.

[Sigit Suseno, Batik Artist]:
"Tulung Agung has been producing batik since the time of the Majapahit kingdom. But production has lapsed over time. Therefore, I began to educate children in making batik. In this way, a precious cultural heritage will not be lost."

The batik Sigit produces are currently exported to the United States, Austria, Australia, Thailand, Singapore, and Malaysia.

NTD News, Tulung Agung, Indonesia.

Sabtu, 05 Maret 2011

Bikin Batik Cap Pun Harus Pakai "Feeling"

Batik Muyas - KOMPAS.com - Industri batik sedang berkembang pesat saat ini. Untuk memenuhi permintaan para penggemar motif batik, pelaku industri memproduksi kain batik yang proses pembuatannya lebih instan. Pembatik tidak harus melukisnya dengan canting setitik demi setitik seperti pada batik tulis, melainkan dengan semacam cetakan yang sudah bermotif batik. Kain batik pun lebih cepat jadi, dan harganya juga jadi lebih terjangkau. Batik semacam ini disebut batik cap.
Tidak seperti batik tulis yang proses pelukisan malamnya umumnya dikerjakan oleh kaum wanita, batik cap justru lebih sering dilakukan kaum pria. "Soalnya laki-laki itu tidak telaten kalau harus membatik (tulis). Lagipula canting cap itu berat, jadi lebih cocok dikerjakan laki-laki," kata Nur Cahyo, pemilik Batik Cahyo, saat menerima kunjungan wartawan dan PT Kao Indonesia di workshop batik capnya di kawasan Sampang, Pekalongan, Desember lalu.
Selain proses pelukisan motif batik yang menggunakan cetakan, atau canting cap, proses selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama seperti saat membuat batik tulis. Misalnya dari proses pewarnaannya (bisa dengan pewarna alami atau pewarna kimia) yang harus berulang-ulang untuk mendapatkan warna yang diinginkan, atau dari proses nglorodnya.
Ketika kami berkunjung ke balai kerja Cahyo tersebut, aktivitas pencapan pada kain tengah berlangsung. Hanya tiga pekerja pria yang tampak sedang mengerjakan proses membatik ini. Ada dua tahap yang dilakukan untuk menghasilkan motif batik pada kain, yaitu membuat motif dasar dengan canting cap, dan menjaplak atau memindahkan motif bunga dari cetakan kertas ke kain. Motif bunga ini nanti hanya muncul di sana-sini.
Sepintas, canting cap itu bentuknya seperti setrika arang. Cahyo memiliki ratusan canting cap beraneka motif di balai kerjanya. Canting cap harus dipesan ke pengrajin dengan memberikan motif yang diinginkan. Sebuah canting cap harganya sekitar Rp 300.000 - Rp 500.000, tergantung motifnya.
Canting yang dibuat dari tembaga ini ukurannya juga berbeda-beda, tergantung besar kecilnya motif, dan apakah juga berisi isen-isen (bidang kosong yang harus diisi dengan guratan-guratan kecil). Canting yang rata-rata berukuran sekitar 15 x 25 cm ini lalu dicelup ke cairan malam, lalu dicapkan di atas kain, setapak demi setapak.
Meskipun kesannya lebih praktis dan cepat (satu hari bisa jadi 10 helai kain batik), membuat batik cap tetap membutuhkan ketelitian yang tinggi. Batik cap milik Cahyo, misalnya, tetap dikenal dengan kehalusannya. Kehalusan ini tampak dari presisi peletakan canting cap di sekujur bidang kain. Tidak ada garis sambungan yang meleset, semuanya pas.
"Tukang cap harus memastikan agar nyambungnya pas. Kalau tukang capnya tidak profesional, lilinnya bisa menempel di cantingnya," tukas Cahyo. Kalau sudah begitu, seperti ada garis-garis yang menebal atau menggumpal di kain. Repotnya, ketidaksempurnaan ini seringkali baru terlihat setelah proses pewarnaan.

Agar tidak terjadi hal semacam ini, tukang cap harus mampu membuat komposisi malam yang tepat. Itu bisa diperoleh dengan memerhatikan tingkat panas dan kekentalan malamnya. Pendek kata, batik cap pun membutuhkan satu feeling dalam pengerjaannya. Hanya dengan komitmen untuk mendapatkan yang terbaik lah, tercipta karya batik cap yang berkualitas.

Sumber : KOMPAS.com

Jumat, 04 Maret 2011

Jarik: Dari Lahir Sampai Mati

Batik Muyas - Ketika mengikuti aktifitas para relawan melalui twitter, banyak permintaan jarik dari beberapa posko. Dari berbagai daerah bencana di Indonesia, hanya wilayah bencana di Yogya dan Jawa Tengah yang memasukkan jarik dalam daftar kebutuhan pengungsi.

Jarik dalam kehidupan masyarakat Jawa, ada dari lahir sampai mati. Ketika bayi lahir, jarik dugunakan sebagai alas tidur dan gendongan. Memang sekarang banyak yang menggunakan kain bedong yang lebih kecil untuk alas tidur sehingga bisa sering berganti dan jika dicuci lebih cepat kering. Namun masih banyak yang tetap menggunakan jarik karena lebih adem di badan si bayi. Gendongan bayi juga sudah tersedia di pasaran dalam berbagai bentuk, ada yang untuk gendong miring, ada yang seperti ransel. Namun tak sedikit ibu-ibu yang nyaman menggunakan jarik sebagai gendongan karena bayi bisa meringkuk lebih nyaman dalam gendongan jarik. Selain itu walaupun sudah lama kita mengenal kimono, ibu-ibu yang barusaja melahirkan lebih menyukai memakai jarik supaya sikap tubuh terjaga dan mempercepat pemulihan. Di desa-desa, jarik juga digunakan sebagai basahan alias penutup tubuh perempuan dari dada kebawah ketika mandi di sungai.

Jarik adalah kain berukuran 2,5-1,1 meter atau 2,1-1,5 meter yang dibatik dengan berbagai motif seperti sidomukti, sidomulyo, sekar jagad, parang rusak, dan sebagainya. Tiap motif memiliki arti tersendiri disesuaikan dengan acara ketika jarik itu dikenakan dan status sosial penggunanya. Fungsi utama jarik adalah sebagai penutup tubuh bagian bawah. Makna jarik adalah aja gampang serik atau jangan mudah iri. Dengan memakai jarik, orang akan berhati-hati berjalan, tidak grusa grusu. Saat ini jarik digunakan sesuai dengan fungsi dan filosofinya hanya di acara mantenan Jawa dan acara keraton. Sedangkan jarik digunakan sesuai fungsinya saja masih banyak digunakan oleh simbah-simbah atau orang-orang tua tanpa memperhatikan makna motifnya. Jarik untuk simbah inilah yang banyak diminta oleh para relawan.

Jarik yang banyak dipakai simbah ini banyak dijual dipasar-pasar rakyat. Harganya murah, tidak sampai Rp 20.000. Saya pernah berbicara dengan seorang nenek di Yogya, yang katanya akan menggadaikan jariknya. Saya baru tahu jarik bisa digadaikan. Benarkah? Namun demikian tentu ada beberapa level harga jarik sesuai dengan kualitas kain dan proses pembuatannya. Jarik yang berupa batik tulis bisa dihargai Rp 400.000 per lembar.

Jarik juga digunakan untuk menutup hidup manusia. Jika orang Jawa meninggal, maka disiapkanlah jarik untuk menutup jenazah ketika dimandikan, menutup alas kasur jenazah setelah dimandikan dan menutup jenazah yang siap untuk dimakamkan.

Saya sendiri suka menggunakan jarik sebagai selimut karena adem dibadan. Jarik, hanya selembar kain batik, namun ada dari manusia Jawa lahir sampai mati.

http://burselfwoman.com/?p=1446

Open Panel

Informasi Produk

  • Bahan Batik Seragam
  • Model Seragam Batik Pria
  • Model Seragam Batik Wanita
  • Seragam Batik Eksklusif
  • Batik Klasik Yogyakarta
  • Batik Indonesia